naskah drama:pengagum bintang
Tokoh : RAYANI, MARIO, LINDA, PRIA CANGKLONG, SABRON, ABAH, NINI, ATOK, ITEM, SUTRADARA, ANTON, PENJUAL TEROMPET, TUKANG PEL, LAKI-LAKI, PEMUDA- PEMUDI, Orang-Orang
SEBUAH RUANG
Ruangan bercahaya temaram dan berasap (Dominan back light). Back Sound Samar-samar terdengar lagu House musik. (Mungkin penonton akan mempunyai kesan bahwa ruang ini adalah bagian ruang lain dari sebuah diskotik.) Tiga orang berada di sana terlihat seperti bayangan. Seorang pria duduk di kursi memperhatikan selembar photo. Asap mengepul dari rokok di dalam cangklongnya. Di depannya duduk Seorang laki-laki, dan seorang lagi berdiri tegak di belakangnya. Mereka hanya dibatasi sebuah meja.
01. Pria cangklong : Tipe begini banyak yang suka. Kapan bisa kau dapatkan dia?
02. Lelaki : Tidak lama lagi, satu atau dua minggu sepertinya mungkin...
03. Pria Cangklong : Alah, waktu segitu terlalu lama! Tidak bisa lebih cepat?
04. Lelaki : Aku usahakan secepatnya Boss...
05. Pria Cangklong : (mengangguk-angguk) Berapa umurnya?
06. Lelaki : 16 tahun. Broken home... Jadi tidak terlalu susah untuk dikerjain kan?
Pria Cangklong tertawa.
07. Pria Cangklong : Usia yang tepat untuk disate... (Lelaki tertawa.)
08. Lelaki : Beri aku waktu, Boss. Akan kuberi kabar baik secepatnya. Orangku sedang berusaha...
09. Pria Cangklong : Baiklah. Aku senang cara kerjamu. Kau tak mungkin mengecewakan aku kan? Aku harap jangan!
10. Lelaki : Tentu, Boss. Tentu! (Tertawa.)
TAMAN
Set sederhana. Background hotel dan gedung perkantoran untuk menunjukkan bahwa setting adalah nuansa tengah kota. Sebuah bangku panjang terletak tengah panggung. Langit sore yang cerah, Awan putih menutup cakrawala. Back sound bunyi seliweran kendaraan sesekali. Suara teriakan Pedagang keliling. (Lighting fade in) Mario dan Rayani masuk bersamaan dari Arah berlawanan. Mereka tiba di bangku, serempak ingin duduk. Namun tidak jadi. Saling menunggu.
11. Mario & Rayani : (berbarengan) Silahkan! (Keduanya jadi serba salah. )
12. Mario & Rayani : (berbarengan) Kamu duluan...
Makin serba salah. Sama-sama tertawa. Keduanya duduk. Mario membuka bungkusan kacang rebus. Rayani membuka tas, mengeluarkan lembar skenario. Mengaduk-aduk isi tas.
13. Rayani : (sibuk) Di mana sih... (Kesal.) Aduh, perasaan sudah aku masukin...
14. Mario : (mukanya mendekat ke Rayani) Cari app...
Tak disangka siku lengan Rayani mengenai muka Mario. Mario kesakitan.
15. Mario : Aduh...
16. Rayani : Oh, maaf, maaf! Kena ya? Aku nggak tahu...
Beberapa saat Rayani kembali sibuk mencari... Tapi kemudian sadar dengan keadaan orang di sampingnya.
17. Rayani : Kamu nggak apa-apa...
Rayani ingin melihat muka Mario, tangannya menyentuh tangan Mario yang sedang memegang bungkus kacang rebus. Kacang rebus tumpah ke muka Mario.
18. Rayani : Aduh, aduh, aduh... Maaf lagi... (Memunguti kacang di bangku dan di tanah.)
19. Mario : Biarkan... Biarkan... Biar aku yang ambil...
20. Rayani : Aku saja, aku saja... Aku yang salah kok. Mau aku ganti? Aku cari tukang kacang rebusnya dulu...
21. Mario : Nggak usah...
Mario memunguti kembali kacang rebus yang berserakan. Rayani membantu. Berdua memunguti kacang rebus di tanah.
22. Rayani : Maaf ya... Muka kamu nggak apa-apa kan?
23. Mario : (Menahan sakit) Nggak apa-apa kok...
24. Rayani : kamu juga sih salah...
25. Mario : Loh, aku yang menderita kok malah dibilang salah? Terus salahnya di mana?
26. Rayani : kamu punya makanan dimakan sendiri. harusnya paling nggak tawarin orang kek..
27. Mario : Oh, jadi dari tadi kamu sudah ngiler sama kacang rebusku? Kalau kepingin kenapa nggak minta aja? Dari pada nyumpahin orang yang punya makanan. Sirik tanda tak punya, kalau tak punya dapatkan dengan kerja, jangan menyumpah!
28. Rayani : (kembali ke tas) Maaf, maaf...
29. Mario : Kamu cari apa?
30. Rayani : Aku cari lensa kontakku. Perasaan waktu di rumah aku sudah taruh di tas... tapi malah nggak ada... Nggak bawa kaca mata lagi...
31. Mario : (melepas kaca mata) Pakai punyaku...
32. Rayani : Nggak usah... Terima kasih...
33. Mario : (mengangsurkan kaca mata) Nggak apa-apa... Nih... Coba aja dulu...
Rayani mengambil kaca mata. Memperhatikan lensanya.
34. Rayani : Minus berapa nih?
35. Mario : Minus dua.
36. Rayani : Kok bisa kebetulan cocok ya?
37. Mario : Ya sudah pakai aja.
38. Rayani : Bener nih nggak apa-apa?
39. Mario : Nggak apa-apa... Pakai aja dulu...
40. Rayani : (memakai kaca mata Mario. duduk) Terima kasih. (Membuka lembar skenario)
Mario berdiri, berniat mencari tempat duduk lain.
41. Rayani : Mau kemana?
42. Mario : Cari tempat lain... Baru sebentar duduk aja Aku hampir nggak jadi makan kacang rebus, makanan kesukaanku... mukaku hampir memar... kalau terus duduk di situ mukaku bisa babak belur...
43. Rayani : (tertawa) basi banget kamu... Maaf deh... Duduk di sini aja... Kursinya masih lebar kok... aku nggak bakal ganggu kamu... Setelah ini aku jamin kamu bakalan merasa lebih nyaman duduk di sini ketimbang duduk di kafe... Lagian kamu nggak takut kaca matamu kubawa lari?
44. Mario : Eh jangan! Cuma satu-satunya tuh... (Rayani tertawa.)
45. Rayani : Makanya, lebih baik duduk di sini kan? (Menunjuk space kosong di sebelahnya. )
46. Mario : Kenapa aku harus duduk di sini? Biar kamu aman? Nggak diganggu orang iseng? Atau cari pembenaran karena sudah membuat kerusuhan?
47. Rayani : Hah? Kepedean kamu. Tapi sedikit ada benarnya juga. Aku tidak mau orang yang kubuat menderita makin menderita karena terusir dari tempatnya. Ayo duduklah...
Rayani menggeser duduk, Mario mengambil tempat. Diam.
48. Mario : Lagi nunggu siapa?
Aryani menoleh, hanya sebentar, lalu kembalikan pandang ke skenario. Diam.
49. Rayani : Nggak nunggu siapa-siapa...
50. Mario : Oh... (Melihat langit) Langitnya cerah, ya? Cuaca bagus...
Rayani melihat langit. Mengangguk. Kembali ke skenario.
51. Mario : Tapi cuaca kadang suka menipu. Tiba-tiba hujan turun... Seperti sore kemarin.
52. Rayani : (matanya masih ke skenario) Oh, ya? Hujannya deras? (Mario mengangguk.)
53. Mario : Deras. Tapi hanya sebentar... (Diam.) Kemarin aku berharap muncul pelangi...
54. Rayani : Nggak mungkin... Pelangi muncul habis hujan di siang terik.
55. Mario : Oh, ya? (Diam.)
56. Mario : Sudah datang musim hujan... Sebentar lagi musim bunga... Kamu pernah lihat kembang-kembang itu mekar?
57. Rayani : Pernah!
58. Mario : Sering kemari?
59. Rayani : (menggeleng) Hanya hari ini. Aku hanya lihat dari jendela mobil setiap pergi atau pulang dari sekolah. Tadi sepulang sekolah aku melihat taman ini dari atas bus. Kelihatan sepi, tenang... Kebetulan hari ini aku perlu suasana seperti itu... Makanya aku ke sini...
60. Mario : (Tersenyum.) Kamu memilih tempat yang tepat. Sekarang orang lebih milih pergi ke kafe daripada di taman... Padahal lebih sehat di sini... (Rayani mengangguk.)
61. Mario : Drama atau film?
62. Rayani : Apa?
63. Mario : Kamu baca skenario kan?
64. Rayani : Hey, kamu banyak mau tahu, ya?
65. Mario : Apa ruginya buat kamu?
66. Rayani : Aku bisa menyangka kamu orang jahat!
67. Mario : Apa penampilanku begitu?
68. Rayani : Nggak sih... nah, sayangnya aku malas fokus sama penampilan ketika pertama kali bertemu seseorang. Copet-copet di bis kota kelihatan rapi-rapi. Klimis malah.... Kayak orang-orang kantoran...
69. Mario : Apa orang yang banyak tanya itu orang jahat?
70. Rayani : Nggak juga sih...
71. Mario : Kalau aku mengajak bicara kamu, bukan berarti aku ingin mencopet kamu kan? Lagian mana ada copet yang mau minjemin kaca matanya?
72. Rayani : (tertawa) Bisa aja kamu... Ini skenario film.
73. Mario : Kamu artis?
74. Rayani : Bukan.
75. Mario : Lalu?
76. Rayani : Apa?
77. Mario : Kalau bukan artis ngapain baca skenario film? Ah! Produser? Sutradara?
78. Rayani : (jengkel) Apa sih?
79. Mario : Boleh tanya kan? (Diam.)
80. Rayani : (menyerah) Baik, baik... Besok aku ikut test peran utama. Aku lagi mencoba membedah naskah ini...
81. Mario : Wah! Good luck, ya! (Rayani mengangguk.)
82. Mario : Aku mengganggu?
83. Rayani : Kalau kamu terus bertanya.
84. Mario : (tersenyum malu) Maaf!
85. Rayani : Jangan membuatku menyesal berbagi tempat duduk sama kamu. Tadi kan aku sudah bilang aku perlu ketenangan...
86. Mario : Baik, baik... aku diam... aku tidak mengganggu lagi. Sumpah! (Diam.)
87. Rayani : Maaf.
88. Mario : Nggak perlu minta maaflah...
89. Rayani : Kamu nggak marah kan?
Mario menggeleng, tersenyum. Diam. (Back sound) Suara kendaraan lewat satu-satu. Bunyi kendaraan berhenti, suara kenek angkot. Hening. Bunyi terompet. Pedagang terompet muncul sesekali menjajakan dagangan. Berhenti tidak jauh dari mereka. Bunyi terompet panjang.
90. Tk. Terompet : Terompet...(toet) Terompet... (toet, toet) Terompet, terompet... (toet, toet, toet...)
Rayani menarik napas dalam, mengeluarkan dengan berat. Merasa terganggu.
91. Tk. Terompet : Terompet...(toet) Terompet... (toet, toet) Terompet, terompet... (toet, toet, toet)
92. Mario : Sebenarnya tadi aku mau bilang, sekarang waktunya kurang tepat.
93. Rayani : Apa?
94. Mario : Ini hari apa?
95. Rayani : (tertawa) Sabtu! Malam minggu. Aku lupa, taman ini bakalan ramai bukan main kan?
Kembali teriakan penjual terompet. Kali ini terdengar lebih keras.
96. Mario : Biar aku bicara....
97. Rayani : Tidak usah! Dipikirin banget...
Mario menghampiri Penjual Terompet. Bicara berbisik di telinga, Penjual Terompet mendengarkan.
98. Tk. Terompet : Tidak bisa dong! Saya kan orang dagang, ya? Masa terus dilarang-larang. Jualan di pinggir jalan dilarang! Di taman dilarang! Saya mau cari makan halal buat anak-istri saya. Nanti kalau saya terus-terusan dihalangi saya cari makan untuk mereka di mana lagi? Jadi maling ayam? Jualan dilarang, membunyikan terompet dilarang. Nah, Kalau saya tidak membunyikan terompet, siapa yang tahu kalau saya jual terompet? Siapa yang tertarik beli dagangan saya? Bicaranya situ sembarangan aja! Mentang-mentang saya kere, saya selalu diusir sana-sini...
Tapi Penjual Terompet akhirnya mengalah juga. Pergi sambil terus menggerutu. Mario menatap Penjual terompet pergi.
99. Tk. Terompet : Dasar nasib! Jadi orang kecil sudah bingung, malah terus dibikin bingung...
Penjual Terompet hilang ditikungan (Keluar). Mario melambaikan tangan tanda perpisahan pada Rayani.
100. Rayani : Jangan pergi dulu!
101. Mario : Ada apa? Oh. Kamu mau kita kenalan? Perkenalkan, namaku...
Mengulurkan tangan. Rayani tak membalas. Mario menepuk tangan.
102. Mario : (tertawa) Semua pekerjaan punya resiko.
Suara dering hand phone. Mario mengambil hand phone.
103. Mario : Hallo....! Di mana? Sekarang? Oke... Oke... (Kepada Rayani) Aku ada keperluan. Sampai besok. Semoga berhasil! (Mario bergegas pergi. Rayani bingung. )
104. Rayani : (berteriak) Kaca mata kamu... (Mario pergi.)
Taman
(Ligting fade in – suasana senja) Di bangku yang sama.
105. Rayani : Aku mengadu ke mama... Mama malah suruh aku menangis... Aku tahu Mama menyuruh aku menangis supaya perasaanku bisa lega... Plong... Tapi sumpah... Aku nggak perlu peerhatian macam itu... Aku Cuma mau Mama tahu kalau aku sudah berusaha, kalau aku sudah bekerja sebaik-baiknya... Papa tersenyum mengejekku, dia memang nggak pernah setuju aku ikut kegiatan percuma dan buang-buang waktu seperti ini... Aku gagal, aku memang terus-terusan gagal, tapi aku tidak menyerah. Aku tidak mau mereka melihatku menangis karena itu. Air mata tidak bisa mengobati kegagalan kan? Aku mau buktikan pada mereka bahwa aku serius...
106. Mario : Setuju! Memang itu caranya! Mau? (Menawarkan kacang rebus.)
107. Rayani : Tapi aku nggak tahu caranya... Bagaimana bisa membuktikan... Aku... (Kehabisan kata.) Ah...
Tiba-tiba Rayani gemes sendiri. Marah, menangis. Menutup wajah dengan kedua tapak tangan.
108. Mario : Katanya nggak mau menangis? (Rayani menggeleng.)
109. Mario : Eee... Sudah, sudah... (Rayani memberi isyarat dengan tangan agar Mario berhenti bicara.)
110. Rayani : Aku nggak tahu, kenapa aku sekarang bisa menangis... tapi aku menangis bukan karena aku bicara kegagagalan tadi... (Rayani mengambil tissu dari hand bag, mengusap air matanya.)
111. Mario : Aku paham! (Rayani menarik napas dalam untuk menghentikan tangis.)
112. Mario : Sabar, man! (Tidak mampu, tangisnya tambah pecah.)
113. Mario : Di usia seperti kita...
114. Rayani : Apa?
115. Mario : Justru malah baik.
116. Rayani : Apa yang baik? Menangis?
117. Mario : (mengangguk ragu, pelan) Menangis kalau harus menangis. Ada yang bilang jumlah air mata saat kita sedih berbanding seimbang dengan air mata saat kita bahagia. Jadi menangis adalah manusiawi dan berguna...
118. Rayani : (menghapus air mata) Tadi kamu bukan mau bicarakan itu kan?
119. Mario : (mengangguk) Ya. Gagal di usia seperti kita justru lebih baik. Jalan masih panjang... Masih sangat panjang... (mengangguk.)
120. Rayani : Aku masih belum percaya kalau aku gagal lagi.
121. Mario : Hanya masalah selera. Kalau urusan selera, kita nggak bisa percaya atau nggak percaya.
122. Rayani : Aku seperti badut yang terlepas dan dibiarkan berkeliaran. Keluar masuk studio dengan wajah coreng-moreng. Ah, aku terus berharap...
123. Mario : Jangan taruh harapan di tempat yang tidak nyata.
124. Rayani : Itu hidupku! Aku pikir, aku harus terus...
125. Mario : Yakin waktunya akan datang?
126. Rayani : Yang penting jangan terlalu berserah pada nasib!
127. Mario : Salut buat semangatmu... Berdoa sambil berusaha...
128. Rayani : (Semangat) Ya!
129. Mario : Mau?
130. Aryani : (senang) Kacang rebus!
131. Mario : Dari tadi juga kacang rebus. Kamu bagaimana sih? Ambil! (Rayani mengambil beberapa butir.) Masih banyak kesempatan...
132. Rayani : Aku terus merajut jaring, membentangkan selebar-lebarnya. Masa nggak ada satu pun yang nyangkut?!
133. Mario : Nah, gitu dong! Kalau keinginan dicampur sama semangat dan usaha , semut pun bisa memindahkan gunung.
134. Rayani : (membuang napas) Hah!
135. Mario : (membuang napas) Hah! Maju terus pantang menyerah! Kalau sudah bertemu untungnya kali aja kamu main peran utama di filmnya Garin....
136. Rayani : Rudi Sudjarwo lebih menantang barangkali! (Diam.)
137. Mario : Sekolah kamu bagaimana? Sudah banyak mangkir pasti.
138. Rayani : Nggak tahu...
139. Mario : Kok gitu? Bokap-nyokap, tahu?
140. Rayani : Mereka hanya tahu aku kepala batu.
141. Mario : Sekolah adalah rumah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah kendaraan kita untuk bisa survive di mana saja...
142. Rayani : Sekolah tidak dapat membuatku yakin bisa menggantungkan harapan... Ilmu pengetahuan nggak selalu bersarang di sekolah kan?
143. Mario : Terus mau belajar di mana?
144. Rayani : Sekolah banyak ngajarin bagaimana menggunakan pikiran, belajar cara menggunakan hati nurani dikesampingkan.
145. Mario : (tertawa) Kalau mau begitu kamu ikut latihan yoga aja. Hari gini masih bicara hati nurani? Lagian sekolah nggak akan cukup menampung semua material itu.
146. Rayani : Sekolah tidak pernah menampung, tapi membiarkan dia bercecer di luaran.
147. Mario : Semua bidang memerlukan orang yang cerdas. Artis juga perlu punya pikiran intelektual.
148. Rayani : Aku nggak pernah yakin bisa mendapatkan itu di sekolah. Sekolah jadi tempat legitimasi formal pendidikan yang semu. Lulus sekolah kita malah gagap. Nggak tahu mau ngapain.
149. Mario : Apa adanya sajalah. Kerja pikiran dan respon manusia kan terbatas oleh keadaan. Jangan ambisius dong! Ambisi malah akan menjatuhkan kita. Mereka tahu apa yang harus mereka beri dan apa yang harus mereka simpan untuk suatu saat.
150. Rayani : Kita di atas gedung tinggi, diberitahu betapa tingginya langit... Hanya diberi tahu... Mereka tidak mendidik kita bekerja membuat tangga ke langit. Mereka menggembar-gemborkan orang lain yang sudah membuat tangga kecil menuju kesana. Mengajarkan cara memperhatikan dan mengagumi tangga itu. Mereka memberi tahu kaki kita menginjak bumi. Tetapi mereka mengajak kita terbang ke masa lalu melihat kejayaan nenek moyang, setelah itu takut menginjak tanah, warna tanah telah berubah karena waktu.
151. Mario : Sial! Aku nggak paham bahasa kamu! Ngomong yang lain aja! (Rayani membolak-balik lembar-lembar skenario.)
152. Rayani : Huh! Padahal tesnya hanya begitu-begitu saja! Adegan senang, marah, lalu menangis. Kuhitung sudah sembilan kali aku ikut casting film. Casting iklan, nyanyi, macam-macam... Nggak ada yang berhasil mulus. Nggak pernah terpilih yang utama. Kalau awal-awal ikut, tidak lulus nggak apa-apa... Lama-lama aku bisa lumutan di studio casting. (Tersenyum pahit.) Selalu jadi figuran. Aku sudah lelah jadi anak bawang terus.
153. Mario : Akan jadi sempurna buat pengalaman hidupmu kalau tiba-tiba keburuntungan itu datang. Kamu jadi nggak kaget!
154. Rayani : Aku kurang apa ya? Kurang cantik? Aku bisa nyanyi, bisa nari... Multi talent. Aku menarik. Aku perempuan yang dipuji perempuan. Hidungku nggak terlalu ke dalam kan? Tinggi sama berat badanku pas kan? Proposional? Apa dari aku yang kelihatan kurang?
155. Mario : (tertawa) Kok jadi hilang harapan begitu?
156. Rayani : Kesel sendiri aku! Apa harus pacaran sama casting produsernya dulu untuk jadi peran utama?
157. Mario : Huss! Jangan bicara sembarang.
158. Rayani : Ada yang bilang beberapa orang memilih jalan tol. Tidur sama orang-orang itu?
159. Mario : Kamu mau cara mereka?
160. Rayani : Aku? Pakai cara itu? Ih, amit-amit!
161. Mario : Mereka sama dengan kamu, pernah merasa kesulitan juga. Kemana-mana kita akan bertemu dua jalan. Ke kanan, atau ke kiri. Keduanya punya resiko. Masalahnya kamu bisa sabar atau tidak?
162. Rayani : Aku sabar!
163. Mario : (menyelidik) Masa?
164. Rayani : (bangun memperhatikan bintang) Bisa! Aku yakin ada saatnya...
165. Mario : Ada saatnya...
166. Rayani : Sudah hampir gelap. Kamu nggak ingin pulang?
167. Mario : Di rumah juga tak ada siapa-siapa. Kok kamu yang tanya? Harusnya aku...
168. Rayani : (menunjuk langit) Lihat bintang itu. Seperti apa cahayanya nanti, kalau senja turun... (Terpekik) Aku suka bintang!
169. Mario : Kalau kamu?
170. Rayani : Apa?
171. Mario : Kok nggak pulang?
172. Rayani : Rumahku membuat aju jadi penganggur... Nggak ada yang bisa dikerjakan... (menunjuk bintang) Bintang itu pasti paling terang... Aku ingin jadi bintang itu! Oh, itu bintang pahlawan! Terus bersinar ketika yang lain redup. (Ke Mario.) Nanti kukenalkan kau pada sahabatku. Namanya Linda. Linda hebat loh. Banyak kenalannya orang-orang film. Dia aktris, juga talentscout. Pencari bakat. Pertemuan kami unik. Sebenarnya setiap kali aku ikut casting kami bertemu. Tapi setelah lama kami tegur-teguran. Linda bilang dari dulu dia tertarik bakatku. Tapi enggan menegurku duluan. Lantaran dia pikir aku sudah punya manajer. Tadi dia begitu antusias mau mengorbitkan aku. Setelah itu kami selalu bersama. Aku dan dia sahabatan.
173. Mario : Aku harus mengenalnya. Kayaknya Linda bakal nyenengin...
174. Rayani : Pulang, yuk!
175. Mario : Aku masih ingin di sini. Sebentar... (Membuka tas. Mengeluarkan tumpukan buku. Menyodorkan ke Rayani) Buat kamu... Ini buku panduan akting... Aku yakin buku-buku ini akan banyak membantu kamu...
176. Rayani : Oh? Buatku? (Mario mengangguk) Beneran nih buatku? Kamu nggak nyesel? Aku sudah lama cari buku-buku ini. Sumpah, aku cari kemana-mana nggak ada. Wah jadi nggak repot-repot cari lagi dong. Thanks, ya. Semua punya kamu? Dapat darimana?
177. Mario : Teman... Cita-citanya sama dengan kamu... (Tertawa.) Keinginannya banyak...
178. Rayani : Dia sudah nggak perlu lagi sama buku-buku ini? Kenapa? Padahal buku-buku ini bagus loh!
179. Mario : (Sedih.) Dia sudah pergi...
180. Rayani : Kenapa?
181. Mario : Kalau aku cerita sekarang waktunya nggak bakal cukup...
182. Rayani : (Sadar) Oh. Nggak apa-apa. Ceritanya kapan-kapan, ya? Aku minta Maaf!
183. Mario : Aku minta kamu rawat buku itu baik-baik.
184. Rayani : Baiklah. Terima kasih, ya. Aku duluan...
185. Mario : Besok di sini?
186. Rayani : Entah. Aku harus bertemu seseorang. Jujur! Aku mulai senang suasana taman ini.
187. Mario : Apa kubilang!
188. Rayani : Boleh aku tanya?
189. Mario : Boleh.
190. Rayani : Sungguh nih, kamu kemari hanya untuk kacang rebus?
191. Mario : Awalnya iya, setelah itu tidak lagi...
192. Rayani : (mengangguk-angguk, mengerti) Oh! Baik lah! (Pergi.)
193. Mario : Nggak ada pertanyaan lagi?
194. Rayani : (menggeleng) Nggak ada apa-apa lagi dipikiranku...
195. Mario : Masa? Kamu nggak tanya apa itu, setelahnya?
196. Rayani : Itu pertanyaanmu, bukan pertanyaanku... (Mario diam.)
197. Rayani : Aku duluan. (Rayani keluar. Mario sendiri. )
RUMAH ABAH
(Lighting fade in – Suasana sore) Set tempat Abah dan Nini bisa hanya sebuah balai panjang dan sebuah meja tempat kendi air munum dan perkakas seperti piring dan gelas. Musik seruling atau kecapi dari Sunda. Bunyi air jatuh di kucuran, dan suara burung bernyanyi ikut mengiringi. Abah sedang rebahan di tengah balai. Meletakkan kepala di paha Nini yang merajut anyaman bambu.
198. Abah : Aduh, Nini. Saat seperti membuat pikiranku segar dan merasa menjadi muda kembali. Angin sejuk tenang membuai pepohonan. Mereka seolah berbisik menghipnotis sadar. Ah, betapa pandai dalam bekerjasamanya alam, menciptakan harmoni untuk menghantar waktu istirahatku. Nini dengar, burung-burung kecil itu bernyanyi menggodaku? Abah sudah sangat mengantuk, Nini. Tapi tidak ingin tertidur. Abah tak mau kehilangan suasana indah ini bersama Nini. (Nini tersenyum.) Suasana inilah yang semua orang cari. Betapa indahnya dunia jika suasananya damai seperti ini. Nini, Perasaaku bergetar bagai mojang pertama kali kenal cinta (Tertawa.) Bunyi dan suara begitu harmoni di telinga. Mungkin jika aku masih muda, aku akan membuat karangan lagu untuk Nini.
199. Nini : (tertawa) Terima kasih, Abah. Tetapi tanpa sebuah lagu pun untuk Nini, Nini akan tetap mencintai Abah.
200. Abah : Tanpa sebuah lagu pun?
201. Nini : Tanpa sebuah lagu pun.
202. Abah : Oh, ya?
203. Nini : Abah boleh sangsi!
204. Abah : Oh tidak, tidak! Abah tidak pernah sangsi pada Nini. Abah tahu! Abah begitu mengagumi kesetiaan Nini. Nini rela hidup bersama Abah dalam suka dan duka. Nini tidak pernah putus asa ketika hidup menderita. Nini tidak pernah angkuh ketika berpunya. Nini tak pernah mengeluh menemani Abah yang lumpuh...
205. Nini : Sudah. Abah tidur lah, Abah. Nini akan senantiasa di samping Abah.
Abah mengangguk dalam setengah tidurnya. Nini membelai rambut Abah, lalu melanjutkan kerja anyamannya. Sebentar, Abah sudah mendengkur.. Muncul Linda.
206. Linda : Sampurasun!
207. Nini : Silahkan duduk, Nak. (Linda duduk di tepi balai. Di sisi kaki Abah.)
208. Nini : Anak ada perlu apa?
209. Linda : Nini masih ingat saya?
210. Nini : Oh, Nini masih ingat...
211. Linda : Nini bisa bangunkan Abah?
212. Nini : (berbisik) Maaf, jangan ganggu Abah. Lihat! Tidurnya nyenyak sekali. Nini tidak tega bangunkan bayi yang sedang lelah ini. Bicaralah pada Nini.
213. Linda : Saya ingin bicara sama Abah.
214. Nini : Kalau begitu Nini minta maaf sekali lagi.
215. Linda : Kenapa Abah tidak Nini bangunkan?
216. Nini : Abah baru beristirahat.
217. Linda : Sebentar saja, Nini. (Nini menggeleng.)
218. Linda : Kenapa Nini selalu menghalangi saya? Setiap kali saya datang Abah seolah enggan menemui saya?
219. Nini : Bukan Abah tidak ingin menemuimu. Kamu sudah pernah ke sini. Meminta yang macam-macam pada Abah. Anak meminta Abah merubah wajah Anak. Abah tidak akan melakukan itu... Itu menyalahi kodrat...
220. Linda : Saya tahu sesungguhnya Abah bisa membantu saya. Banyak saya dengar cerita kehebatan Abah. Abah orang sakti kan?
221. Nini : Abah manusia, Nak.
222. Linda : Nini, saya tamu yang tidak diinginkan Abah?
223. Nini : Bukan! Tapi Anak bertujuan ke tempat yang salah.
224. Linda : Jadi menurut Nini, Abah memang tidak mau membantu saya? Kenapa? Berapa saja uang yang kalian minta akan saya turuti. Tolong saya, Nini.
225. Nini : (menggeleng) Abah tidak pernah memilih untuk membantu siapa saja. Membantu sekuat hati, pikiran dan tenaga. Tapi Abah juga manusia. Apa yang dilakukan terbatas kekuatannya. Kami tidak pernah meminta atau menerima balasan jasa dari orang yang kami bantu karena Nini dan Abah memang tidak memerlukan itu semua. Alam ciptaan-Nya sudah memberikan semua tanpa Nini dan Abah minta dari manusia.
226. Linda : Saya akan menunggu sampai Abah bangun. (Nini diam.)
227. Linda : Apa salah saya, Nini? (Nini menggeleng.)
228. Linda : Tolong saya, Nini! Saya tahu Abah bisa menolong... (Nini menggeleng.)
229. Nini : Maaf, Nini tidak bisa membantu anak. Anak tak perlu terus sembunyi. Anak harus mengaku salah. Itulah cara untuk mengembalikan wajah anak...
230. Linda : (emosional) Saya ketakutan, Nini. Saya merasa ada seseorang yang membuntuti saya setiap saat... Jimat yang pernah diberikan Abah tidak dapat menenangkan hati saya... Tolong bangunkan Abah untuk saya, Nini. Tolong...
Nini menggeleng. Linda mengguncang-guncangkan tubuh Abah. Abah tidak memicingkan mata sedikit pun.
231. Nini : Kamu sudah keterlaluan, Nak... Kamu harus pergi... tinggalkan kami...
232. Linda : Kalian ingin aku menderita... Kalian memang ingin aku hancur...
Linda berjalan mundur tertatih keluar panggung. Nini menangis.
233. Abah : Ah, nikmat sekali tidur yang hanya sebentar ini. (Melihat Nini.) Ah, kenapa menangis?
234. Nini : Nini minta maaf, telah mengganggu tidur Abah.
235. Abah : (menghapus air mata di pipi Nini) Tidak, tidak... Abah memang sudah waktunya bangun. Tidur Abah sedikit, tapi berkualitas. Berhentilah menangis. Oh, Abah tadi bermimpi tentang malam yang gelap, Ni. Tapi Abah bahagia. Ada sebuah bintang yang tak pernah redup sinarnya menyinari Abah. Bintang itu tidak begitu terang, namun begitu menyejukkan...
Abah mengambil jemari Nini.
TAMAN
Malam turun hujan. Bunyi angin menggoyang dedaunan. Suasana taman yang temaram sesekali menjadi terang sesaaat terbias cahaya Kilat yang menggelegar di angkasa. Mario duduk sendiri di bangku taman.
236. Mario : (membaca selembar surat) Penat? Aku tidak kalah oleh penat... Lelah? Aku tak takluk karena lelah. Lihat! Aku masih tetap di sini! Akan tetap di sini. Jika bara di dada belum tersiram oleh darah, aku tetap seekor srigala. Aku menunggu saat bulan bulat penuh, dan bintang berpaling muka karena redup sinarnya... Aku menunggu saat itu, hingga bara yang kau sulut di dadaku dapat kuberikan untuknya... Isi surat terakhir sebelum kematianmu penuh dendam... Penuh dendam... Bau darah, bau kematian orang lain yang membuat hidupmu pendek... Parwita... Aku bukan pengecut! Akan kubuktikan cinta yang kau sangsikan. Aku tahu kau sedang memandang marah kepadaku... Karena ketika kau membutuhkan aku, aku tak ada di sampingmu... Untuk apa mengakhiri hidup sekonyol itu? Aku masih mencintaimu Parwita... Aku masih... (Menangis.)
TANAH LAPANG
(Lighting fade in – suasana malam) Beberapa pemuda sedang berlatih drama. Atok sang pelatih tampak serius memperhatikan teman-temannya berlatih olah tubuh. Linda menarik lengan Rayani setengah berlari ke arah Atok.
237. Linda : Mas atok, Mas Atok.. tolong saya dong!
Latihan olah tubuh buyar. Peserta latihan bangun menghampiri Linda. Suasana langsung ramai.
238. Atok : Ada apa?
239. Item : Iya. Ada apa? Anak-anak kampung sebelah mengamuk lagi?
240. Linda : (Tersipu sendiri.) Tidak ada apa-apa, kok. (Kepada Atok.) Ada perlu sama Kak Atok...
241. Item : Sialan! Gua kira ada yang mau ngajak ribut!
242. Pemuda 1 : Si Item basi banget!
243. Pemuda 2 : Iya. Padahal waktu ribut-ribut kemarin kakinya gemetaran.
244. Pemudi 1 : Aku lihat waktu yang lain berantem, dia lari paling dulu!
245. Atok : Wah, kalau begitu kalian lanjutkan latihan aja lagi! Biar mereka kuurus.
246. Linda : Ah, Kak Atok bisa aja. Memangnya kita anak ayam? Kok diurus?
247. Pemuda 3 : Latihan lagi, yuk! (Peserta latihan pergi sambil menggerutu. )
248. Atok : Sorry! Ada perlu apa?
249. Item : Ngomong-ngomong kenalin dulu dong temannya.
250. Linda : Oh, iya lupa. Rayani! Halah, kenalan sendiri aja deh biar lebih enakan.
251. Rayani : (memperkenalkan diri) Rayani.
252. Item : Marjuki. Biasa dipanggil Item.
253. Rayani : (kepada Atok) Rayani.
254. Atok : Atok. (Item melirik genit ke Rayani. )
255. Linda : (Menyodorkan naskah.) Kak Atok kenal penulis naskah ini? (Atok membaca halaman depan skenario.)
256. Atok : Arswendo Atmowiloto. Tahu sih. Memang kenapa?
257. Linda : Dia yang tulis naskah sinetron Angling Darma, ya?
258. Atok : (tertawa) Bukan. Dia penulis naskah-naskah realis. Tulisan-tulisannya dekat dengan kehidupan masyarakat kita. Tahu sinetron Keluarga Cemara?
259. Linda : Oh, tahu! Pantas sinetronnya laku... Dia yang tulis skenarionya?
260. Atok : (mengangguk) Terus?
261. Linda : Apa?
262. Atok : Terus apa hubungannya dengan saya?
263. Linda : (tersipu) Oh, jadi mau malu ngomongnya....
264. Item : Ngomong aja, Lin. Kalian punya masalah? Kami siap bantu kok.
265. Linda : Iya deh saya mengaku. (Menyodorkan naskah.) Sebenarnya saya diminta mempelajari naskah ini. Rencananya sebentar lagi naskah ini diproduksi. Sutradaranya bilang saya paling cocok jadi peran utamanya. Katanya saya mirip Yati Oktavia waktu masih muda loh. Apa coba? Nggak nyambung bangetkan? Kalau alasan lain saya tidak tahu kenapa. Buat apa tanya-tanya ke orang yang punya niat baik sama kita. Iya, kan? Ngomong-ngomong Kak Atok pernan nonton film Yang Muda Yang Bercerita?
266. Atok : Yang Muda yang bercinta, maksudmu?
267. Linda : Oh, judul aslinya Yang Muda Yang Bercinta, ya? Film itu garapan sutradara... siapa itu? Aduh, kok bisa lupa namanya. Padahal tadi sudah saya catat di tissu loh. Di mana saya taruh, ya. (Merogoh tas. Tiba-tiba tertawa.) Ketinggalan di tas satunya. Dasar pikun!
268. Atok : Syumanjaya.
269. Linda : Ah, iya. Syumanjaya. Kata sutradara saya itu film bagus, ya? Soalnya banyak sair-sair bermutu di cerita itu. Itu film puisi kan? Saya mau cari vcdnya ah. Jadi penasaran. (Pause.) Tidak tahu kenapa, kok saya dibilang mirip Yati Oktavia. padahal wajah kami tidak ada miripnya sama sekali kan? Mungkin dari body kali, ya? Dia bintang lawas banget kan? Linda sih dibilang begitu masabodoh saja, yang penting dikasih kesempatan untuk jadi bintang filmnya. (Meletakkan telunjuk di bibir.) Ssstt.. Kak Atok sama Item jangan bilang-bilang ke orang lain dulu ya, kalau saya dapat peran utama ini. Saya mau kasih surprise ke orang-orang kampung! Biar mereka tahu sendiri kalau saya bintangnya. Eee... Kak Atok, kapan ada waktu ajarin saya akting?
270. Atok : Oh, kalau mau belajar, langsung gabung latihan sama kami.
271. Linda : Hah? Latihan kayak begitu? Nggak mau, ah. Itu kan latihan akting teater. Saya diajar akting film dong.
272. Atok : Latihan akting memang seperti itu, Linda.
273. Linda : Joged-joged kayak orang gatel begitu?
274. Item : Itu bukan joged-joged, tapi latihan olah tubuh. Gunanya supaya tubuh kita fleksibel dan tidak kaku.
275. Linda : Ah, saya tidak mau latihan begitu. Capek-capekin aja. Saya mau latihan cara mengeluarkan air mata yang banyak. Akting begituan loh yang paling sulit. Makanya, aktris-aktris yang dapat piala citra, piala vidia atau oscar biasanya meranin tokoh yang berlinangan air mata kan?
Beberapa peserta latihan bubar untuk istirahat.
276. Item : (menghampiri) Latihan pemanasannya sudah selesai, Tok! Break! Break! Habis istirahat kita masuk adegan.
277. Atok : Oke. (Kepada Rayani.) Maaf ya, ngobrolnya kita lanjutkan nanti. Saya mau pemanasan sendiri dulu.
278. Linda : Kak Atok mau latihan, ya? Terus kapan waktu buat saya?
279. Item : Tenang Lin. Item masih stand bye untuk membantu kamu. Kalau ngajarin akting saja, buat Item hal kecil.
280. Item : (berbisik kepada Atok) Kita kan kekurangan pemain. Bagaimana kalau kita ajak Rayani main?
281. Atok : Rayani?
282. Item : Cewek teman Linda itu! Lihat karakter wajahnya, Tok! Pas sekali kan dengan yang kita ingin untuk naskah ini.
283. Atok : Aku pikir-pikir dulu...
284. Item : (kepada Rayani) Kamu mau ikut proses?
285. Aryani : (terkejut) Saya?
286. Linda : Bang Item mau ajak Rayani main teater?
287. Item : (kepada Rayani) Mau tidak?
288. Linda : Main naskah apa dulu dong? Terus perannya apa?
289. Item : Antigone!
290. Linda : Antigone? Wah, nama yang bagus sekali! Itu nama apa? Kayaknya nama kota di Perancis , ya?
291. Item : Bukan! Ini nama tokoh dari cerita trilogi Sophocles. Oedhipus Sang Raja, Oedhipus Di Kolonus, dan Antigone. Antigone adalah nama tokoh utama perempuan di naskah ini. Ini cerita tragedi Yunani.
292. Linda : Oh, cerita tragedi? Ceritanya bisa bikin penonton menangis kan? Tadi saya sudah bilang Kak Atok, kalau saya suka sekali memainkan peran yang beruraian air mata. Apalagi jadi peran utamanya. Sayang saya tidak ada waktu!
293. Item : Bukan kamu, tapi Rayani! (Kepada Rayani lagi.) Ayolah! Mau kan?
294. Linda : Ih, Item maksa-maksa!
295. Aryani : Saya...
296. Linda : Sangat mau! (Kepada Rayani) Biar aku yang putuskan! (Rayani terkejut.)
297. Item : Kamu mau menerima tantangan ini?
298. Linda : Kan saya sudah bilang mau. Apa perlu saya ulang? Mau, mau, mau! Sekarang sudah yakin? Eh, tapi di cerita Antigone ini tidak ada adegan pornonya kan?
299. Item : Tidak ada kok, tidak ada... Sumpah! (Menyodorkan naskah.) Baca saja dulu naskahnya!
300. Rayani : (menarik lengan Linda) Sebentar, Lin...
301. Atok : (menarik lengan Item) Item! Kita harus bicara dulu sama anak-anak!
302. Item : Tenang, Tok! Anak-anak biar aku urus. Lagipula yang ikut latihan sudah sering mengeluh, kapan tokoh Antigone muncul dalam latihan. Masa mereka latihan koor terus. Nanti kalau kebanyakan koor mereka seperti para wakil rakyat kita di senayan sana. Bingung! Terus-terusan koor. Mendengar koor mereka terus bikin kepala pusing!
303. Atok : Maksudku bukan itu. Anak-anak...
304. Item : Oh, aku paham. Aku paham. (Kepada peserta latihan.) Perhatian! Perhatian! Grup sudah mendapat orang yang cocok untuk Antigone! (Seperti MC di pagelaran tinju) Perkenalkan, Aryani! (Peserta latihan bingung.)
305. Aryani : Tapi.
306. Linda : Iya saja. Waktumu aku yang atur. (Kepada Atok) Aryani setuju, kok!
307. Atok : Ya sudah...
Atok pergi, memberi isyarat pada peserta latihan membuat lingkaran.
308. Linda : Tapi dia tidak bisa ikut latihan hari ini.
309. Item : Tidak apa-apa. Besok aku ke kostmu untuk kasih jadwal latihannya.
310. Linda : Oh, terima kasih Bang Item. Kalau begitu saya pergi dulu, ya. Sudah ditunggu untuk latihan di studio. Sampai ketemu lagi Bang Item. Bye, Kak Atok! Bye semua! (Atok mengangguk.)
311. Item : Bye...
312. Linda : Bye.
313. Item : Bye...
314. Linda : Bye.
315. Item : Bye. (Item senyum-senyum genit. Linda dan Rayani hilang di tikungan. )
316. Atok : (memanggil) Item! (Item berlari menghampiri. )
317. Item : Ada apa, Tok?
318. Pemuda 1 : Bergaya luh, Tem.
139. Item : Bergaya apanya?
340. Pemuda 2 : Ngasih peran ke orang lain kok tidak bicara dulu sama kita-kita?
341. Atok : Tanggung jawab, Tem!
342. Item : Tenang, tenang, cool man! Aku paham kegelisahan kalian. Kalian pernah bilang untuk cari partner main kan? Kalian perlu Antigone cepat-cepat dimunculkan...
343. Pemuda 3 : Tapi bukan begitu caranya.
344. Pemudi 1 : Aku nggak setuju dia jadi Antigone!
345. Pemuda 1 : Aku juga.
346. Item : Kenapa?
347. Pemuda 2 : Nggak setuju aja!
348. Item : Gua nggak mau dengar gerutuan nggak jelas. Ke laut aja luh! Kalau mau ngomong, ngomong yang jelas, gua dengerin. Jangan ngomongnya kayak orang mau berak!
349. Perempuan 1 : Kok aku nggak pernah dikasting jadi Antigone? Tiba-tiba orang yang nggak jelas dari mana datangnya ditawarin!
359. Perempuan 2 : Aku boleh mencalonkan diri jadi Antigone?
360. Item : Jangan Noni, kamu sudah cocok jadi Ismene.
361. Pemuda 4 : Nggak perdulilah siapa yang jadi Antigone, tapi cara kamu salah, Tem.
362. Item : Cara bagaimana yang benar?
363. Pemuda 4 : Harusnya dia dikasting dulu, biar kita tahu kemampuan beraktingnya. Kalau nanti ternyata baca dialog bisanya aa... ii... uu... bagaimana?
364. Item : Alah, soal itu mudah...
365. Pemuda 3 : Mudah, mudah, kepalamu! Kita sudah latihan berbulan-bulan. Tunggang-tunggingan. Sedang mereka lihat latihan olah tubuh saja kelihatan jijik begitu. Apa bisa diandalkan?
366. Koor : Betul, Betul!
367. Pemuda 3 : Pokoknya aku tidak setuju kalau dia jadi Antigone.
368. Item : Nah, Tok, bagaimana nih?
369. Atok : Aku pikir-pikir dulu.
370. Item : Alah, kamu Tok, apa-apa pikir-pikir terus. Nanti jadi sufi, kalu. Susah pikiran! Setidak-tidaknya kamu hargai aku dong yang sudah tenar masih mau capek-capek mengurus grup sandiwara kamu. Kambing juga kamu, Tok!
371. Atok : Baik, baik. Aku setuju pendapat teman-teman, Tem. Kita harus test kemampuannya dulu untuk menjadi Antigone.
372. Item : Terserah kalianlah. Malah maunya aku malah taruh pemain bintang dipertunjukan kita. Biar pertunjukan bisa dijual. Kita bisa jual tiket masuk. Ini perlu pertunjukan dibisnisin, dibisnisin, man. Biar ada uang masuk buat grup. Masa capek-capek latihan kalian tidak dapat apa-apa. Paling nggak dapat uang lelah dong biar sedikit. Atau pengganti uang transport. Masa padamu negeri terus...
373. Atok : (Bangun.) Terima kasih, Tem! Latihan, yuk! Kita mulai dari ode pertama, strophe 1, adegan khorus masuk. Semua pemain siap pada posisinya masing-masing. Khorus siap?
Koor membentuk komposisi.
374. Koor : Siiip!
375. Atok : Konsentrasi, ya. Eby, musik siap?
376. Eby : Siap, Tok. Ayo mainkan musiknya.
Musik on. Semua khorus bernyanyi. Menari.
Taman
(lighting fade in – Suasana malam) Bulan di pucuk daun. Rayani dan Linda masuk. Berdebat.
377. Rayani : Kan bisa dipikir-pikir dulu, Lin. Tapi kamu langsung mengiyakan. Perlu waktu banyak untuk ikut kegiatan itu!
378. Linda : Itulah maksudku, Ra. Kamu bisa sekaligus mengasah kemampuan kamu di sana. Semua memang sudah dalam rencanaku. Aku ingin kau ikut latihan bersama mereka. Emas harus dipoles oleh tukang emas.
379. Rayani : Tapi aku tidak bisa bagi...
380. Linda : Santai, Ra. Kamu tak perlu ikut naik panggung, hanya ikut latihan. Aku akan terus memperhatikan kemajuan kamu. Jika sudah saatnya kamu berhenti, kamu berhenti! Kamu perlu alasan ke mereka? Tenang! Biar aku urus.
381. Rayani : Kamu mau bikin aku gila, Lin?
Suara dering HP Linda. Linda membuka tas, mengambil HP.
382. Linda : (pada Rayani) Sebentar... Hallo? ...
Linda berjalan menjauh. Bicara dengan orang di seberang. Rayani duduk di samping tas Linda yang terbuka. Ekor matanya melirik ke dalam tas. Wajahnya terkejut. Rayani menengok ke Linda yang sedang membelakanginya. Tangan Rayani merogoh tas Linda. Mengeluarkan sebuah senjata api. Rayani cepat-cepat memasukkan senjata itu ke tas Linda. Menutup tas. Muncul mario.
383. Mario : Hey, kalian! Apa kabar? (Pada Rayani.) Aku pikir kamu sudah melupakan taman ini... Masih berburu suasana tenang? Masih suka lihat bintang? (Melihat Linda) Oh? Kamu pasti Linda! (Menjabat tangan Linda.) Perkenalkan, namaku Mario. Apa kabar? Sebentar, sebentar... Apa kita pernah bertemu? (Linda menggeleng.) Oh, bukan. Barangkali orang yang lain. (Kepada Rayani) Kapan kita ngobrol-ngobrol lagi? Sekarang malam purnama. Bulan terlihat lebih lebar senyumnya dari sini. (berbisik.) Benarkan itu Linda? (Rayani mengangguk.) Dia cantik...
384. Rayani : Aku sedang tidak enak untuk bercanda...
385. Mario : Oh?
386. Linda : Aku harus pergi.
387. Mario : Mau kemana? Linda, kau tega melewati purnama? Bahkan Raja Kaligula rela keluar istana hanya untuk mencari bulan.
388. Linda : (Sinis) Aku kenal kamu? (Pada Rayani) Aku harus pergi. (Rayani mengangguk. Linda pergi. )
STUDIO CASTING
(Fade in – suasana pagi) Seseorang sedang mengepel lantai.
389. (OS)Rayani : (marah) Rio! Apa-apan sih kamu?
390. (OS) Mario : Permintaannya di luar batas, tau nggak? (Tukang Pel mencuri dengar, setelah itu kerja lagi. )
391. (OS) Linda : Hei, lepasin! Bangsat ini ngacau terus kerjanya!
392. (OS) Sutradara : Tenang semua! Tenang! Ada berapa orang sutradara di sini? Ayo jawab! Gua barusan tanya. Kok pada diam? Kuda Nil kalian semua! Siapa saja yang merasa gerah berada di dalam ruang ini lebih baik keluar! Dari pada mengganggu terus! Kepala gua pusing nih. Pusing! Gua minta minuman, Ton!
393. (OS) Anton : Iya, Bang! (Anton muncul dari balik pintu. Menggerutu.)
394. Anton : Anjing! Belum ambil gambar aja repotnya sudah begini! Jepri, tolong bikinin teh pahit untuk Abang, ya!
395. Tukang Pel : Oh ya, Ton! (Tukang Pel meninggalkan alat pelnya.)
396. (OS) Anton : Linda, amanin temannya Yani dong!
397. (OS)Linda : Iya, iya... Hey ikut saya kamu!
Pintu terbuka. Muncul Linda menuntun lengan Mario keluar ruangan. Hampir menabrak Tukang Pel.
398. Mario : Ada apa nih?
399. Linda : Kamu bagaimana sih? Kok bikin rusuh? Kok ikut-ikut jawab pertanyaan sutradaranya segala? Sudah untung loh kamu boleh ikut ke dalam ruang kasting. Itu pun aku harus bujuk-bujuk assisten sutradaranya, tahu? Kamu tidak tahu kan?
400. Mario : Mana saya tahu!
401. Linda : Saya pikir ada kamu di sampingnya bisa bantu mendorong sutradaranya senang dengan Yani. Eh ini tidak, kamu malah bikin ricuh. Sebenarnya kamu tadi lihat kan, saya sudah beri isyarat supaya kamu diam? Disuruh diam malah tambah ngaco! Tahu diri dong, kamu itu siapa? Kita butuh mereka untuk Rayani. Sudah jelas tadi sutradaranya tertarik. Terus jadi ill feel gara-gara ulah kamu.
402. Mario : Dari mana kamu tahu dia suka Aryani? (Pintu terbuka. Muncul kepala Anton.)
403. Anton : Ssst!
404. Linda : (berbisik) Saya tahu kok pandangan orang suka. Saya lihat matanya bersinar waktu lihat Yani.
405. Mario : (berbisik.) Pandangan matanya sama ketika dia melihat perempuan-perempuan cantik! Laki-laki mata keranjang! (Tukang Pel membawa teh, masuk ke dalam.)
406. Linda : (berbisik) Sok tahu, kamu! Tadinya saya yakin dia akan mengambil Yani sebagai tokoh utama dalam filmnya. Tapi gara-gara kamu semuanya bisa berantakan. Kamu pikir di dalam tadi sidang kelas? Pakai ada interupsi segala! (Sedikit keras) Mau apa pakai sok melarang Rayani buka kancing baju? Apa sih ruginya disuruh begitu? (Keras.) Rayani hanya ditest, dia itu sungguh-sungguh mau jadi pemain atau tidak!
407. Mario : (keras) Halah! Tes apa? Ngetes kok pakai cara cabul begitu?
408. Linda : (keras) Kamu ini bodoh apa bego sih? Test kesungguhan tentunya! Jelas-jelas dia minta di depan kamu, berarti sutradaranya kan tidak sungguh-sungguh!.
409. Mario : Aku tidak mau ada orang berniat macam-macam sama Rayani.
410. Linda : Berniat macam-macam apa? Bukan kamu saja yang di sana, banyak kru lainnya. Tentu dia akan berpikir seribu kali meminta Rayani sungguh-sungguh membuka kancing baju di depan kita.
411. Mario : (keras) Aku tidak mau Rayani dilecehkan. (Tukang pel keluar dari ruang.)
412. Tukang Pel : Ssst! (Linda dan Mario diam. Seseorang melanjutkan pekerjaannya.)
413. Linda : (berbisik) Dilecehkan? Dilecehkan apanya?
414. Mario : (keras) Apa untuk tahu seberapa besar bakatnya, Rayani harus buka kancing baju? Kalau pun dia tidak sungguh-sungguh, tetap saja itu pelecehan.
415. Linda : Alah, bicara macam aktivis HAM lagi. Sok. Sekarang saya tahu siapa kamu! Saya tahu kamu sebenarnya tidak ingin Yani jadi bintang. Iya kan?
416. Mario : Aku mendukung dia jadi apa saja yang dia inginkan.
417. Linda : Taik kucing! Jangan menipu kamu!
418. Mario : Kok dikatakan menipu?
419. Linda : Kenapa tadi kamu terus menghalang-halangi Yani?
420. Mario : Kamu sudah tahu alasannya.
421. Linda : Bukan karena alasan lain? (Diam.)
422. Mario : Alasan apa?
423. Linda : Kamu cemburu kan? Dia sutradara dan lebih tampan dari kamu!
424. Mario : Eh, mulut kamu lebih berbisa dari mulut ular, tahu nggak?
Linda diam. Mario menuju pintu studio.
425. Linda : Mau kemana kamu?
426. Mario : Mengajak Yani pergi dari neraka ini!
427. Tukang Pel : Ssst!
428. Mario : Persetan denganmu!
429. Linda : Kalau berani masuk, saya teriak!
430. Mario : Teriak aja sesuka kamu!
Mario memegang handle pintu. Linda membuka sebelah sepatu, melemparkan ke wajah Mario.
431. Linda : Kamu pikir saya main-main?
Membuka satu sepatunya lagi. Mario tidak dapat menahan emosi, merangsek ke arah Linda. Mario mencengkram leher Linda, menyudutkan Linda di dinding.
432. Linda : (ke tukang pel) Hey, Tolong saya dong! (Tukang pel ragu-ragu.)
433.Linda : (tercekik) Cepat tolong...
434. Tukang pel : Maaf, Mbak.. Saya hanya tukang pel... saya nggak mau ikut-ikutan... Kalau ikut-ikutan saya takut saya sendiri yang susah... Kasihan keluarga saya...
Pergi ketakutan meninggalkan pekerjaannya.
435. Linda : (hampir hilang napas) Tolong,...
436. Mario : Ini untuk semua yang pernah kamu lakukan pada Parwita...
437. Linda : (takut) Parwita?
438. Mario : Kamu membunuhnya...
439. Linda : Aku tak kenal Parwita.
440. Mario : (marah) Bangsat! Kamu mau mengingkarinya?
441. Linda : Aku tak kenal Parwita.... (Kepala Sutradara, Anton di balik pintu setengah terbuka.)
442. Anton : (menjerit) Ada apa dengan kalian? Hey, lepaskan tanganmu! (Mario menggeleng.)
443. Mario : Tidak! Dia telah mebuat hidupku berantakan...
444. Sutradara : (tertawa) Gua senang akting luh! (Tepuk tangan.)
445. Anton : Itu sungguhan Mas, bukan akting!
446. Sutradara : (tak percaya) Ah, masa sungguhan?
447. Anton : (menjerit) Hei, lepaskan dia!
448. Sutradara : (panik) Wah benar, sungguhan, Ton... Cepat panggil keamanan, Ton! Panggil keamanan!
449. Anton : Iya, Bang... (Anton keluar.)
450. Linda : Lepaskan...
451. Sutradara : (Marah) Lepaskan tanganmu! Dia sekarat...
452. Mario : Tidak! Aku lebih sekarat... Aku lebih sekarat...
Bunyi peluit. Anton dan dua orang satpam masuk. Dua orang Satpam itu mencoba melerai. Menarik Mario. Mario berontak mendorong Satpam 1. Satpam 1 terjatuh. Satpam 2 mengambil ember, melemparkan air ke Mario. Sayangnya Satpam 1 sudah lebih dulu berhasil mendorong Mario ke sudut. Tubuh Linda basah kuyup. Linda menjerit-jerit kesal. Satpam 1 menyergap Mario. Satpam 2 membantu. Kedua Satpam berhasil Membekuk Mario.
453. Mario : Lepaskan, Pak! Saya tidak bersalah!
454. Satpam 1 : Halah! Sudah jelas-jelas kamu bikin onar kok pakai bilang tidak bersalah! Beraninya lawan perempuan kamu. Ayo coba lawan saya sini! (Mengeluarkan jurus-jurus pencak silat.) Ayo maju! (Tertawa.) Tuh kan, ternyata pengecut dia. Bawa dia ke pos!
455. Satpam 2 : Siap, Pak!
Kedua Satpam membawa mario pergi. Linda lunglai, jatuh duduk bersandar tembok. Menangis sesunggukan. Anton mendekati.
456. Anton : (ke Sutradara) Ada yang punya tissu?
457. Sutradara : (ke dalam ruang) Ada yang punya tissu? (Sepi.)
458. Sutradara : Pakai handukku aja nih Ton.
Melemparkan handuk kecil yang menggantung di bahunya
459. Anton : (Mengulurkan handuk) Kamu aman sekarang...
460. Linda : (mengambil handuk dengan terpaksa) Aku ingin sendiri...
461. Anton : Kamu tidak apa-apa, kan?
462. Linda : (menjerit) Aku tidak apa-apa... Aku hanya ingin sendiri!
463. Anton : Baik, baik! (Anton masuk ke dalam studio. Sutradara menutup pintu dengan wajah bertanya-tanya.)
SEBUAH RUANG
464. Pria Cangklong : Kapan kau bisa bawa perempuan-perempuan itu? Kau tahu sifat klien-klien kita terhadap orang yang keleleran dan lambat? Mereka sangat cepat seperti bayangan. Sekali kita lengah kawat tali tiba-tiba melilit di leher. Jangan sampai mereka punya anggapan aku tukang tipu.
465. Lelaki : Secepatnya, Boss. Saya janji!
466. Pria Cangklong : Secepatnya-secepatnya, kapan? Aku tidak mau tahu... Besok harus sudah ada beberapa yang kau bawa kemari!
467. Lelaki : (nada ketakutan) Baik, Boss.
Taman
Rayani duduk dengan wajah kusut. Mario memandang kosong ke depan.
468. Rayani : Aku selalu merasa bukan diriku yang berada di situ. Aku berusaha meyakinkan diri dan berkata pada diriku bahwa ini aku, ini aku... tapi aku nggak mampu... Aku selalu takut kalau aku salah... kuatir mereka tidak memandangku, bicara dengan teman di sampingnya, karena aku tidak mengesankan apa-apa kepada mereka...
469. Mario : Kamu sudah lakukan sepenuhnya tadi.
470. Rayani : Aku memang ambisius...
471. Mario : Berhenti menyesali diri, Ra. Aku jadi ikut merasa bodoh...
472. Rayani : Dan aku memang seperti katamu, Rio. Membuatmu bodoh dengan keinginanku, semua obsesi-obsesiku. Begitu kan?
473. Mario : Tidak!
474. Rayani : Aku tidak mau tahu lagi!
475. Marin : Kamu tidak mengerti, Ra.
476. Rayani : Kamu menuntut pengertianku? Baik! Kamu ingin aku mengerti apa maumu? Berhenti mengejar mimpi ini kan?
477. Mario : Bukan, bukan itu.
478. Rayani : Di mana kamu, Rio? Kamu tahu betapa tertekannya aku di dalam studio. Aku perlu seseorang untuk menghilangkan perasaan itu.
479. Mario : Ini aku... ini aku... (Merangkul Rayani.)
480. Rayani : Kau tidak ada di situ! Kau tidak ada!
481. Mario : Maaf, Ra. Maaf!
482. Rayani : Kamu benar, Rio... aku menaruh harapan di tempat yang tidak nyata...
483. Mario : Suatu saat harapan itu di tempat nyata...
484. Rayani : Dan lagi-lagi mereka tidak memilihku jadi bintang...
485. Mario : Tak perlu persetujuan mereka, kau telah jadi bintang buatku, Ra...
Rayani sesunggukan di bahu Mario. Saling merangkul. Diam. Terlena kehangatan membaca bahasa hati masing-masing. Mereka duduk di bangku.
486. Mario : Mulai saat ini dan seterusnya aku akan menjagamu. Aku janji! (Rayani menunduk.)
487. Mario : Aku ingin kau tahu satu hal... Tapi aku yakin kau tak mungkin percaya...
488. Rayani : Apakah itu penting kuketahui? Kalau memang...
489. Mario : Hal ini sangat penting kamu ketahui, Ra! Kau harus percaya dan menerima ucapanku.
490. Rayani : Percayalah... (Linda datang ke arah mereka.)
491. Mario : Menjauhlah dari Linda! (Rayani terpana tak percaya. )
492. Mario : Menjauhlah dari Linda. Kau dengar?
493. Rayani : Kenapa?
494. Mario : Dia berbahaya!
495. Rayani : Maksudmu?
496. Linda : Jangan dengarkan!
497. Mario : Sungguh, Ra. Dia ingin menjebakmu.
498. Linda : Kamu bicara apa?
499. Rayani : Kau tak berhak mengatur aku!
500. Mario : Dia ingin menjualmu!
501. Linda : Jaga bicaramu, bangsat! Menjauh dari dia, Ra. Dia jadi sakit karena cemburu!
502. Rayani : Kenapa kamu pakai cara ini? Aku bukan anak kecil, Rio! Aku benci kamu...
503. Mario : Ia anggota komplotan penjual gadis-gadis ke luar negeri.
504. Rayani : (marah) Apa-apan kamu?
505. Mario : Aku sudah tahu sepak terjang komplotan mereka... Sudah lama aku ingin mengingatkan kamu...
506. Rayani : Linda sahabatku, Rio... Dia tetap sahabatku...
507. Linda : (ke Mario) Bangsat kamu!
Rayani menutup kedua telinga dengan tangannya.
507. Mario : Dengar aku, Ra. Beberapa perempuan termasuk Parwita sudah menjadi korbannya...
508. Rayani : Aku tak mau mendengar omonganmu... Aku tak mau mendengar omongmu...
Mario tersedu, Linda beku, menatap marah pada Mario. Linda merogoh tas.
509. Rayani : (menahan Lengan Linda) Cepat kita pergi dari sini! Aku tak ingin melihat dia lagi... Kumohon Linda... Aku ingin kita cepat-cepat pergi dari sini...
510. Mario : Aku tak punya maksud apa-apa padamu, Ra... Aku hanya ingin kau mendengar kata-kataku... Aku tak ingin kau seperti Parwita... (Mario jatuh berlutut.)
511. Mario : Maafkan aku Parwita... Ternyata aku hanya seekor rubah pengecut yang tidak dapat berbuat apa-apa... Aku sudah menemukan buruan kita, Parwita. Tapi ternyata aku tak mampu melakukan apa yang selama ini kupendam... Aku tidak dapat membalaskan sakit hatimu... Maafkan aku, Parwita... Maafkan aku... Kesusahan dan penderitaan yang kupendam setelah kematianmu pupus karena perasaan cinta... Salahkan aku Parwita...
SEBUAH RUANG
512. Pria Cangklong : Katamu dia bisa kau bawa? Kau bicara begitu meyakinkan saat itu. Seperti tukang obat murahan di pasar yang becek dan bau...
513. Perempuan : Dia sudah di bawah pengaruh saya, Boss... Saya sudah hampir mendapatkan dia Boss... Kalau saja...
514. Pria Cangklong : (menggebrak meja) Kalau saja apa? Kalau saja gerak-gerikmu tidak tercium oleh seseorang? Dan kau jadi kucing ompong yang dipermainkan kecoa?
515. Perempuan : Bukan Boss, bukan itu... Tidak ada seorang pun tahu pekerjaan saya... Buktinya saya masih bisa membawa beberapa ke Boss... Ah, untuk gadis yang satu ini... Saya janji, Boss... Sebentar lagi.... Sebentar lagi... Boss jangan kuatir... Lagipula saya sudah ganti dengan yang lebih cantik dari dia kan?
516. Pria Cangklong : (mengangguk) Oh, ya? Kamu sudah gantikan dia? Dengan siapa? Perempuan mana?
517. Perempuan : Dengan yang lebih cantik dan lebih hot tentunya...
518. Pria Cangklong : (napas tersenggal) Oh, ya? Kenapa tidak kamu saja... Kamu juga cantik... (tiba-tiba marah) Aku tidak suka dipermainkan! Aku mau anak itu! Mereka menginginkan anak itu dan aku sudah berjanji untuk mengirimkan kepada mereka!
519. Perempuan : (menggeleng takut) Saya tidak akan main-main, untuk yang satu itu saya tetap berjanji membawanya!
520. Pria Cangklong : (tenang) Kapan?
521. Perempuan : Besok, Boss! Sumpah demi bintang yang bersinar di langit! Tapi saya minta uang saya dahulu. Saya perlu uang untuk membujuk dia...
522. Pria Cangklong : Kau perlu uang? Selama ini kerjamu bagus, tapi belakangan aku sering merasa dikecewakan. Sumpah demi bintang yang bersinar di langit... Aku takut kehilangan kau, sayang... Sebab kau pekerja terbaikku... (Memanggil) Sabron!
523. Sabron : Siap, Boss.
524. Pria Cangklong : Berikan dia imbalan hasil kerjanya. Mungkin dia ingin make up untuk menghilangkan kerut takut di muka, atau cepat-cepat ke sauna untuk menguras keringat yang beracun di badannya. (Ke Perempuan) Bukan begitu?
525. Perempuan : Beberapa ratus ribu sisanya untuk itu juga, ke salon...
526. Pria cangklong : (tertawa) Oh, ya?
527. Perempuan : Ah, si boss kayak nggak tahu aja... Perempuan mana yang tidak suka ke salon? Boss ingin melihat mereka cantik kan?
Pria cangklong tertawa. Perempuan tertawa.
528. Pria Cangklong : (setengah gelak) Anjing! Kau dengar apa katanya Sabron? (Sabron mengeluarkan tas uang. Membuka di depan perempuan. Perempuan menghitung uangnya. Sabron kembali ke belakang perempuan. Perempuan menoleh ke arah sabron, curiga. Sabron tetap berdiri seperti biasa. Perempuan menghitung uang. Sabron mengeluarkan tali dari saku celananya. Secepat bayangan Sabron menjerat leher perempuan dengan tali. Pria Cangklong berbalik membelakangi kegiatan Sabron. Perempuan menggelepar, tewas. )
529. Pria Cangklong : Setelah ruangan ini bersih, Kau bisa menggantikan dia ke salon, Sabron....Tertawa tergelak.
SELESAI (15 April 2006)

0 komentar